Langsung ke konten utama

Selamat Ulang Tahun, Mantan.

 




Selamat ulang tahun untukmu mantan

Sepotong masa lalu yang enggan dijadikan kenangan

Secercah harapan yang lupus karena hati yang tulus

Sebuah kotak berisi tawa dan tangisan

Beserta dengan memori akan kepedihan

Dilengkapi dengan ingatan yang pupus


Tahun lalu masih dapat terucapkan

Tahun lalunya lagi juga masih dapat kuungkapkan

Namun sekarang, setelah ingatan itu hangus

Setelah kamu pergi, terlupakan semua ucapan

Beserta kenangan tawa, canda hingga kepedihan

Tiada lagi harapan dan kenangan 

Mereka telah pupus akibat hati nan tulus


Selamat ulang tahun mantan

Semoga hidupmu terisi dengan manisnya kenangan

Tidak lagi penuh dengan harapan yang pupus.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SWEETBITTER / Prolog

  "The Flight to Incheon Airport will be delayed caused by turbulence," Seoang laki-laki berwajah tampan dan berkaki paanjang menghela nafas panjang. Penerbangan pulang harus kembali ditunda untuk ketiga kalinya. Ia mendengus kemudian berjalan ke arah kafe terdekat. "Lucas, kamu dimana?" suara dari jauh sana menyapa dirinya. "Masih di Los Angeles," singkatnya, sembari menoleh kesana kemari, berharap agar tidak ada yang mengenali dirinya mengenakan masker. "Ditunda lagi?" "Hmmm..." "Baik, aakan kuusahakan kau berangkat ke Incheon sore ini, tapi kau harus bersabar. Jangan sampai ada Sssaeng mengikutimu dari belakang. Tetap waspada, kau sendirian bukan?" "Hmmm..." suara beratnya terdengar kesal.  "Sabar bro, sampai disini kau bebas menikmati makanan Thailand yang kau sukai itu." "Yaa.." jawabnya dengan nada malas, kemudian ia memutuskan untuk duduk di kafe yang cukup ramai, namun ada tempat kosong di...

Meja Resepsionis Hitam.

     Hotel Mulia, tepat pukul tiga di tengah bisingnya Ibukota Jakarta. Aku berdiri dengan cemas, meremas jahitan rok merahku berkali-kali. Sudah hampir tiga bulan ini, pekerjaanku sebagai komisaris berubah menjadi intelijen yang pandai menganalisis. Selalu berharap analisisku selama seperempat tahun ini salah, atau keliru, sayangnya semua harapan itu hilang tak berarah. Sebatas harapan palsu, tanpa ada kepastian yang nyata.      Hotel berbintang ini tidak jauh beda dari hotel lainnya. Yang membuat hotel ini beda adalah keindahan meja hitam tepat di depan pintu masuk. Aku menghampiri meja itu tentu bukan karena keindahannya. Namun, karena meja ini menjadi saksi, suamiku menggesekkan kartu kreditnya di mesin itu. Terletak tepat di atas meja. Resepsionis nampak tersenyum ramah kepadaku, ia seperti langsung bisa mengenaliku.  "Selamat Malam Bu, Ada yang bisa saya bantu?" Aku menoleh, tanpa sadar aku sudah melamun hampir setengah jam menatapi mesin kartu i...