Kelap-kelip lampu di sudut jalan itu mulai dikerubungi hening dan sepi. Kino berjalan keluar tanpa rasa cemas akibat gelap. Mmebuang satu plastik hitam berisi sampah dari minimarket hari ini. Sebagian besar berisi botol antiseptik dan masker. Sampah itu terkumpul akibat dari virus yang sedang berkumpul Kino pun masih memakai masker medis hijau miliknya. Meskipun virus sedang berkumpul, Kino harus tetap menafkahi diri beserta keluarganya. Kino menoleh ke kanan dan kiri, tampak mencari seseorang di belakang minimarket itu. Belum ada siapapun terlihat melintasi jalan kecil penuh dengan sambungan kabel listrik beserta tiangnya. Kino memutuskan untuk masuk lagi, kemudian mencuci tangannya.
"No!" seruan seseorang membuatnya berhenti melangkah dengan tangan yang masih basah.
Kino tersenyum, Tora terlihat di seberang jalan sembari melambaikan tangan.
"Kirain kamu ndak dateng hari ini," ujar Kino seraya berjalan ke arah Tora.
"Ya datenglah, orang laper mana mungkin aku nggak dateng," jawab Tora seraya tertawa.
"Duduk dulu Ra, tak ambilin makanannya, tunggu yaa.." pinta Kino pada Tora yang sudah terduduk manis di trotoar belakang minimarket itu.
"Oke No, tak tunggu disini aja," jawab Tora sambil mengeluarkan sebatang rokok miliknya.
Kino berjalan masuk ke dalam minimarket, ia mengambil satu bungkus plastik baru. Kemudian mengambil beberapa barang dari gudang, memasukannya ke dalam plastik itu. Ia keluar lagi, mengecek satu persatu minuman di dalam kulkas minimarket.
"Wah baru sehari ini," gumamnya saat memegang sekotak jus anggur. Kino pun beranjak keluar dari minimarket itu. Senyum mengembang di wajahnya. Ia terlihat senang menggenggam seplastik makanan itu untuk Tora.
"Nih Ra, maaf yo ndak banyak," Tora mengalihkan pandangannya setelah mendengar suara Kino, ia pun tersenyum.
"Ndak banyak gimana to, ada jus anggur segala ini," puji Tora sembari membuka plastik itu dengan wajah senang. Senang karena perutnya dapat terisi hari ini.
"Baru lewat berapa hari ini No?" tanya Tora sembari membuka sebungkus roti coklat.
"Makanan baru dua hari, jus anggurnya baru lewat satu hari. Aman to?" Tora tersenyum mendengar jawaban dari Kino. Ia pun mengunyah roti itu dengan lahap.
"Makasih loh No, udah berapa kali perutku yang lapar ini diselametin sama kamu,"
"Hahaahahaha.... Wes to Ra, gausah lebay begitu kan udah biasa,"
Tora memandang Kino dengan sendu, ia tersenyum lagi.
"Istrimu tuh apa kabar No? Masih sering ngomelin kamu ndak?"
Kino tertawa, ia menoleh ke arah Tora.
"Ya masih toh Ra, namanya jaman lagi begini. Nyari uang susah semuanya lagi pusing juga toh," jawab Kino dengan santai.
"Anak-anakmu gimana, sehat toh No?"
"Sehat alhamdulillah," jawab laki-laki beranak tiga itu.
Tora tertawa, kemudian ia berkata,
"Kapan ya No, aku tuh bisa kayak kamu. Gak ngebujang luntang-lantung kesana-sini melulu," singkat Tora pada Kino.
"Ra, namanya mau bangun keluarga itu susah loh, gak segampang keliatannya." nasihat Kino pada Tora yang sekarang meneguk jus anggurnya.
"Iya No, tapi setidaknya aku mau hidupku terisi kayak roti coklat yang aku makan tadi, ada yang mengisi hidupku yang isinya nggak cuman omelan mamakku dan tagihanku aja." jelas Tora pada Kino.
"Tapi kan, roti yang kamu makan tadi itu kadaluarsa Ra, hahahahaha....." ujar Kino sembari tertawa.
"Memang sih, tapi setidaknya kalau aku punya keluarga, hidupku nggak akan kadaluarsa, basi dan sepi kayak gini. Bener to?" Kino terdiam, lalu ia menghela nafasnya mendengar ucapan Tora.
"Dengerin apa yang kamu bilang, buat aku jadi kangen to sama istri sama anak-anakku Ra, hahahaha...." timpal Kino yang tertawa lagi. Kemudian Kino memandangi tampilan layar ponselnya, terlihat gambar istri dan ketiga anaknya sedang tertawa di pinggiran pantai Anyer. Tiba-tiba sebuah mobil mewah berhenti di depan mereka. Seorang wanita yang cukup tua turun dari mobil itu
"Tora?! Pantas mamak telpon kau, kau tak angkat-angkat rupanya kau disini anak bujang," seruan seorang ibu-ibu yang sudah berumur membuat Kino dan Tora terkejut.
"Ih, ngapainlah mamak kesini," ketus Tora pada Ibunya.
"Harusnya mamak yang tanya, kao ngapain duduk di pinggiran macam ni? Udah gila kau ya," omel Ibu Tora di depan Kino yang masih terkejut.
"Ini siapa pulak?" tanya Ibu itu yang tiba-tiba menunjuk ke arah Kino.
"Kawan Tora ini mak,"
"Kenapa pulak kau bekawan dengan pegawai minimarket milik kau bujang?!" seruan Ibu Tora sukses membuat Kino terkejut bukan main. Ia langsung membelalakkan matanya ke arah Tora. Padahal ia telah kenal dengan Tora hampir 5 tahun lamanya. Ia tahu Tora yang selalu berseragam penjaga pom bensin itu susah hidupnya.
"Apa toh Ra ini maksudnya?" seru Kino dengan wajah kaget.
"Tunggu sabar dulu No, tak jelasin,"
Kino tertawa sambil menggelengkan kepala.
"Kamu jahat banget toh Ra, aku dibohongin to selama ini,"
Ibu Tora terlihat bingung di situasi ini. Ia kemudian tersenyum saat melihat Kino. Penampilan Kino yang bersih dan rapi meskipun ia bukan orang yang 'berada'.
"Ohhh..... Ini anak yang mau kau tarik jadi manager kau itu ya Ra?" tanya Ibu Tora di depan Kino.
Tora pun terkekeh, lantas berkata, "Mak, biarlah aku yang bagi tahu anak ini, jangan mamak bocorin."
Ibu Tora tersenyum. Ia menepuk pundak Kino pelan.
"Kau ya yang suka bagi roti kadaluarsa dengan anakku? Makasih ya nak, tahun kemarin Tora tak lagi jadi orang susah. Hidupnya berubah karena bekawan dengan kau yang hidupnya susah."
Senyum kembali terukir di wajah Kino, ia menghela nafasnya kemudian.
"Hidup itu memang begitu Ra, kalau gak mau usaha, ya nggak akan dapet apa-apa, ya to?" Tora ikut tersenyum lantas mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Yaudah No, perutku kan selalu dibikin kenyang sama kamu sejak lima tahun lalu, gimana kalo sekarang aku yang bikin kenyang perutmu dan keluarga kecilmu itu? Setuju to?"
Kino tersenyum, lama kelamaan air mata jatuh melewati pipinya. Ia memeluk Tora dengan erat. Kemudian berkata,
"Kamu harus selalu bersyukur Ra, meskipun hidupmu kosong nggak ada isinya, tapi setidaknya kamu ndak jadi beban untuk pengisi hidupmu,"
Komentar
Posting Komentar