Langsung ke konten utama

Reunian Dua Ribuan

 


 

              Suara keras knalpot kendaraan, menghiasi kedatangan seorang perempuan. Turun melepas helm berkaca gelap, rambut panjang terurai menghiasi kemeja hitam yang ia kenakan. Lantas ia melangkah perlahan melewati pintu kaca, kemudian menyapa segerombol anak muda yang duduk di meja panjang restoran. Terlihat sisa kulit ayam di piring mereka, karena katanya yang terbaik selalu disimpan untuk nantinya. Akibat terlambat, Kathlyn tidak bisa menyisakan kulit ayam seperti kawan-kawannya. Ia hanya menyeruput segelas soda. Itupun soda milik temannya.

“Pangling euy lihat Kathlyn,”

Ia hanya dapat merespon pujian dengan senyuman.

“Masih tinggal di Lembang?”

Kathlyn mengangguk.

“DIngin banget kan disana,” logat Jakarta terdengar jelas dari mulut Maurin, teman sekelas Kathlyn.

Sesekali Kathlyn mengibaskan rambutnya yang setengah pirang keungu-unguan. Kathlyn memperhatikan Wajah demi Wajah yang tak asing dalam ingatannya. Ada wajah yang memandanginya dengan pandangan aneh, bak seorang kucing yang tak pernah melihat mangsa atau ikan yang besar. Padahal dahulu, rasanya enggan bagi mereka memperlakukan Kathlyn bak seorang manusia.

“Si Keenan mana atuh ya?” tanya Gina, wanita yang sedang repot menggendong bayinya.

“Tuh, baru datang bareng Hilda,”

Keenan melambaikan tangannya, diikuti Hilda dan Feyra yang berdiri tepat di belakangnya. Kawan-kawan pun ikut melambaikan tangan mereka lantas menyapa.

Kumaha Damang?” sapa Deka, teman karib Keenan saat duduk di bangku kelas tiga SMA dahulu.

“Baik atuh,”

“Kangen banget euy cabut kelas terus jajan bareng akang tampan ini,” ledek Deka sambal menepuk pundak Keenan dengan pelan. Keenan Hanya tersenyum.

Kathlyn yang sedang sibuk berbincang dengan Yita, teman dekat sekaligus teman sebangkunya di Tahun terakhir waktu ia masih duduk di bangku SMA.

“Terakhir kita ketemu kapan ya Ta,”

“5 tahun lalu Lyn, pas kamu masih sama si itu,” Kathlyn tertawa karena Yita sampai tak berani menyebutkan nama mantan pacarnya.

“Masih inget aja,”

“Masih lah, kamu sampe nginep di rumah aku seminggu gara-gara doi,” Kathlyn dan Yita termasuk dua wanita yang hidupnya sekarang sebagian besar di Jakarta, akibatnya logat Bandung mereka hilang tanpa suara.

 

Kathlyn tersenyum. Ia menyeruput sodanya lagi. Ia baru sadar, orang yang duduk di depannya nampak tak asing. Kathlyn melirik ke arah gelang yang ia pakai.

‘Ah, shit.’

Keenan duduk tepat di depannya. Sebetulnya, Kathlyn tidak memiliki masalah yang begitu serius dengan Keenan, tetapi ia hanya malas jika teman-teman sekelasnya saat ini akan meledek mereka berdua seperti waktu mereka masih duduk di bangku SMA. Keenan memberikan tatapan berbeda saat itu. Mungkin karena ia hampir tak mengenali sosok di depannya. Feyra duduk Disamping Kathlyn, hampir tak mengenali Kathlyn jua.

“Kathlyn?”

Kathlyn tersenyum ke arah Feyra.

“Sumpah gue pangling banget,”

“Gua baru mau nanya sebelah lo siapa Ra,” timpal Hilda.

Kathlyn Hanya tersenyum.

“Gue pikir dia temannya Yita,” timpal Keenan yang menatap Kathlyn dengan serius.

Hilda dan Feyra tanpa bersuara langsung tertawa, menertawakan Wajah Keenan yang kebingungan.

Kathlyn tersenyum paksa, saat mendengar suara tawa mereka. Situasi menjadi dingin saat senyuman  palsu Kathlyn mendarat di wajahnya. Keenan, Hilda dan Feyra terdiam sesaat. Kathlyn memang terlihat hangat, namun ia mampu membuat hatinya dingin dalam sesaat. Kathlyn mulai merasa kurang nyaman berada di dekat mereka, ia merogoh kantungnya, kemudian berjalan keluar.

“Dia ngerokok Ta?” tanya Hilda.

Yita hanya menganggukkan kepalanya.

 

---


Kathlyn menyelipkan sebatang Marlboro di bibir indahnya. Bersandar pada pintu kaca, tidak perduli banyak pasang mata yang memperhatikan asap yang mengebul di depan wajah polos dan cantiknya. Kathlyn menundukkan kepalanya, memandangi sepasang sepatu boots yang ia kenakan. Sepatu itu sangat tidak nyaman, rasanya bodoh sekali ia harus memakai sepatu itu di cuaca sepanas ini. Ia berharap hujan tiba dalam waktu dekat. Kathlyn juga sesekali menyentuh kukunya yang dihias warna-warni, betul-betul bukan ciri khas dirinya yang tidak menyukai warna kontras seperti ini. Tetapi, ia tak punya kuasa, lagipula ini bentuk pengorbanan untuk mewujudkan mimpinya.

“Sejak kapan lo ngerokok?”

Kathlyn menoleh ke arah pintu keluar. Terlihat Keenan berjalan ke arahnya.

“Gak inget,” singkat Kathlyn sembari mengisap rokoknya.

“Bisa-bisanya lo nggak inget kapan lo mulai ngisep barang itu,”

Kathlyn terkekeh, menginjak-injakkan rumput liar dengan sepatu boots tingginya.

“Pertama kali  selama 5 tahun kita reuni, baru kali ini lo ikut reuni. Nggak mungkin rasanya kalau nggak ada sesuatu yang bakalan terjadi. Pasti lo ikut reuni karena ada sesuatu yang lo pengen sampein kan?”

Kathlyn mengangguk.

Bingo.” Jawab Kathlyn singkat, masih menginjak-injakkan pelan rumput liar tadi.

Keenan ikut menyelipkan sebatang rokok di bibirnya. Asap mengembul di depan wajah tampannya. Kathlyn menguncir rambutnya. Keenan seakan-akan terhipnotis setiap melihat gemulai gerakan tangan Kathlyn. Keenan menatapnya lekat-lekat, mendekatkan tubuhnya pada kehangatan Kathlyn dengan aroma vanilla khas dirinya. Aroma yang tidak berubah sejak SMA. Gairah Keenan tiba-tiba berubah seketika ingin sekali saja dalam hidupnya untuk merasakan lembutnya bibir Kathlyn. Ia seperti kehilangan kewarasan saat berada di dekat Kathlyn. Ia selalu ingin memiliki Kathlyn.

I knew you like me,”

Perkataan Kathlyn seketika membuat Keenan terkejut. Ia hampir menjatuhkan sebatang rokok yang terselip di bibirnya.

Admit it, Nan.” Timpal Kathlyn.

Keenan menundukkan kepalanya.

“Sejak gue belum jadi cewek berandalan kayak gini sekarang, waktu gue masih berjilbab pas SMA, lo udah suka sama gue kan? Semenjak kita sahabatan di hari pertama masa orientasi sekolah?”

Wajah Kathlyn terlihat serius membicarakan hal itu, membuat Keenan seketika bingung bagaimana meresponnya. Keenan menghela nafasnya, membuang sepuntung rokok di tangannya. Kathlyn ikut membuang sebatang rokok yang ia isap tadi.

“Akuin perasaan lo Nan,” pinta Kathlyn yang sekarang berdiri jelas di depan Keenan. Keringat terlihat mengalir dari pelipis Keenan.

So that, you could forget me,” jelas Kathlyn.

Keenan gelisah. Mata Keenan terlihat berpindah Memandang kesana kemari, hingga berakhir menatap mata indah Kathlyn. Di bawah teriknya sinar matahari yang mulai tertutupi awan gelap. Langit abu-abu mulai menutupi peristiwa naas itu.

“Mumpung nggak ada siapapun selain kita berdua disini,” tukas Kathlyn, berusaha meyakinkan Keenan.

Keenan menghela nafasnya sekali lagi. Menatap Kathlyn yang semakin dekat dengannya. Tangannya gemetar. Baru pertama kali setelah sekian lama, Kathlyn Kembali berada di dekat Keenan. Senyuman pahit muncul di wajah Kathlyn, ia muak dengan sikap Keenan yang seakan-akan membenci Kathlyn setelah sekian lama. Padahal, Kathlyn tahu jelas bagaimana Keenan yang sebenarnya. Kathlyn melangkah pergi meninggalkan Keenan.

“Tunggu,”

Tangan Keenan yang basah akan keringat, menahan tangan hangat Kathlyn.

“Gue mau ngomong,”

Kathlyn beranjak kembali Berdiri di depannya. Berusaha mendengarkan sepatah demi patah kata yang akan diucapkan Keenan dengan seksama.

“Pertama, gue mau nanya dulu sama lo,” ujar Keenan.

“Apa?”

“Kenapa setiap Feyra nelfon lo, lo nggak pernah mau angkat lagi?”

“Karena, kalian bukan siapa-siapa gua lagi.” Ucapan tajam Kathlyn cukup membuat Keenan terkejut. Ia terdiam sejenak.

“Oke. Kalau lo nganggep mereka gitu, nggak masalah buat gue.”

Kathlyn mengangguk pelan pertanda mengerti.

“Tapi, yang mau nelfon lo itu, bukan kemauan Feyra sepenuhnya. Gue yang pura-pura iseng minta dia nelfon lo, gangguin lo, atau sekedar ngatain lo. Karena gue pingin tahu kabar lo,”

Kathlyn terkekeh sambal menggelengkan kepala.

“Ya, gue tahu itu.” Respon Kathlyn kembali membuat Keenan terkejut.

Okay, I admit it. I like you since day one. Sejak pertama kali kita janjian untuk sahabatan sampe nikah dan nggak saling suka. Awalnya, gue pikir bakalan oke-oke aja buat gue nyembunyiin semua perasaan gue. Tapi, Ternyata gue salah. Perasaan gue semakin dalam dan membabi buta. Gue nggak tahu mesti gimana, pas gue tahu lo pacaran sama kakak kelas waktu itu. Habis lo putus, gue pingin deketin lo, tapi lo malah ngejauhin gue. Akhirnya gue mutusin buat ngelampiasin perasaan dan kekesalan gue ke Tata. Dia bahkan tau gue sayang banget sama lo Lyn… Gue selalu ngejek dan ngeledek lo karena gue nggak tahu harus berbuat apa buat deketin lo. Gue selalu benci diri gue sendiri karena perasaan gue sendiri buat lo… Sayangnya, lo emang kayak bintang yang nggak bakalan bisa gue gapai, karena lo terlalu jauh untuk diambil, gue hanya bisa lihat lo dari jauh aja. Pas gue tahu lo ikutan audisi buat jadi idol di Korea, gue pengen gila rasanya. Karena lo semakin jauh dari genggaman gue. Dan gue semakin tahu diri kalo gue nggak  akan pernah bisa dapetin hati lo,”

Kathlyn tertawa kecil mendengarkan curahan hati Keenan di depannya. Ia mampu mendengarkan suara Keenan setengah bergetar saat menyatakan seluruh perasaannya.

“Kenapa nggak dari dulu lo ngomong kayak gini ke gue?”

“Lyn, lo gila? Dulu lo pake jilbab, gue pake kalung salib. Gue udah tahu kalau kita nggak bakalan jadi satu. Kita bakalan selalu jadi dua, karena kepercayaan kita berbeda.

“Emang lo nggak penasaran gimana perasaan gue dulu waktu gue tahu lo jadian sama Tata?”

Mata Keenan membesar, menatap Wajah Kathlyn yang serius bertanya di hadapannya.

“Gue mau gila rasanya pas tahu lo jadian sama Tata. Meskipun gue punya pacar juga waktu itu, tapi gue nggak perduli. Gue selalu berusaha supaya Tata nggak bisa menginjakkan kaki di kelas kita. Gue sampe benci setiap hari senin lihat Tata gantiin gue buat makein lo dasi sebelum upacara bendera.” Jelas Kathlyn.

Keenan kehabisan kata-kata. Ia langsung memeluk Kathlyn dengan erat, tanpa perduli Hilda dan Feyra menyusulnya kemudian kelihat kejadian itu. Keenan menangis untuk pertama kalinya. Kathlyn hanya bisa diam seribu bahasa. Begitu pula dengan Hilda, Feyra dan teman sekelas generasi dua ribuan yang memperhatikan mereka berdua. Hanya bisa terkejut melihat peristiwa itu terjadi di balik kaca restoran siap saji. Kathlyn melepas perlahan pelukan erat dari Keenan. Ia menghela nafasnya.

“Lyn, gue nggak bisa dapet kesempatan kedua?” tanya Keenan pelan.

“Kesempatan pertama waktu kita SMA aja nggak lo ambil, gimana ceritanya bisa ada kesempatan kedua?” ketus Kathlyn.

“Sekarang, gue nggak ada rasa sama lo sedikit pun Nan. Karena perasaan gue keburu mati akibat Semua perlakuan jahat lo yang gue benci. Gue ngelakuin ini, supaya lo lega. Dan lo mampu melepas gue sepenuhnya.” Jelas Kathlyn sekali lagi.

Keenan hanya mampu menatap wajah indah Kathlyn yang bahkan ia tak bisa sentuh. Bodoh memang, menyembunyikan perasaan di umur dua puluhan, sebagai generasi millennial dua ribuan.

“Lega kan?” Tanya Kathlyn pada Keenan. Ia hanya mampu menjawab Kathlyn dengan anggukan.

Kathlyn berjalan kembali masuk ke dalam restoran, tak acuh pada Hilda dan Feyra yang Berdiri mematung di depan pintu restoran. Kathlyn kembali menggerai rambutnya yang pirang keunguan. Kemudian merapikannya saat ia sudah duduk manis di depan meja panjang restoran. Tak lama, Keenan pun ikut duduk kembali di depan Kathlyn. Perhatian tak luput dari mereka berdua. Namun, tiada satu pun yang berani bersuara. Hingga akhirnya Yita berdiri, lantas berkata,

“Guys, Kathlyn mau ngomong sesuatu,”

Kathlyn pun berdiri, membetulkan posisinya berdiri menghadapi ke arah seluruh teman sekelasnya.

“Halo, guys. Pasti kalian pada heran kenapa gue ikut reunian generasi dua ribuan hari ini. Padahal, gue jarang muncul.”

“Gue punya pengumuman penting buat kalian. Minggu depan gue udah debut resmi sebagai idol di Korea. Dan tentunya, otomatis gue akan pindah dan menjadi warga negara disana. Gue dateng hari ini karena mungkin aja ini kali pertama dan terakhir gue ikut reuni. Gue mau minta maaf kalau punya banyak salah sama kalian, dan selalu bikin kalian nggak nyaman waktu masih satu kelas dulu. Gue harap kalian semua mau maafin kesalahan gue, dan gue mohon doanya supaya debut gue sukses nantinya.Gue juga berdoa semoga kalian sukses selalu ya. Gue pamit ya guys, by the way gue langsung cabut duluan yaa, karena mau ke kantor imigrasi, ngurus administrasi kepindahan gue kesana.”

Pernyataan Kathlyn didengar seksama oleh seluruh teman kelasnya.  Ia membungkukkan badannya karena ia akan resmi menjadi warga negara Korea. Memberikan salam terakhir khas warga negara disana. Keenan memberikan respon yang berbeda. Ia menyambar helm dan tasnya dengan kasar, kemudian berjalan keluar restoran tanpa sepatah kata. Suasana menjadi semakin hening. Kathlyn pun bangun, menatap Keenan lewat jendela. Keheningan itu terpecah saat terdengar suara isak tangis dari luar restoran menggema.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hi,

  “Fi! Cepetan dong gue udah telat nih!” Rafi sibuk mengikat tali sepatunya, langkahnya terhenti di basement dekat parkiran motor. “Makanya kan gue udah bilang, lo tuh gausah banyak gaya, sepatu sekolah aja dipakein tali segala!” “Kan emang peraturannya gitu da,” Hilda merengut, menghentak-hentakkan kakinya pertanda kesal terhadap Rafi. “Udah deh cepetan Fi! Lo tuh lemot banget sih jadi cowok!” Hilda berjalan mendahului Rafi yang masih sibuk mengikat tali sepatunya. Mengejar Hilda kemudian setelah sepatunya terikat dengan aman. Rafi merampas helm dari tangan Hilda, memakaikan helm itu ke kepala perempuan yang tingginya tak begitu jauh darinya. “Fi! Gue bukan anak kecil, udah cepetan!” Rafi hanya menggeleng-gelengkan kepalanya pertanda kesal. Seorang introvert yang tidak pernah marah sekalipun pada Hilda. Yang ia lakukan hanya menuruti apapun yang Hilda katakan dan inginkan. Rafi bisa berjalan sejauh apapun demi menghampiri Hilda yang tersesat di jalanan. “Udah? Ayo,

[ENG] Rain and Grey.

It was raining. I am drowning in the time past, happening, looking, and searching for something that I didn't even know about anything. Spread into the darkness, growing like happiness, end it with sadness. I don't know. It's just so many things I had to tell about her, but I can't. Can't even look into her eyes, cause I'm too nervous. But also curious, who is she? And why does she follow me like a ghost, she appears around me. Anywhere, everywhere. Or, does it just memories that I can't tell? "Hey, can I have some Americano, please," Damn. She's here. "Oh, sure." My hands were shaking, my heart was beating, I cannot even stop that beat. What is wrong with me? We're not Rangga and Cinta who are trapped in complicated love. We're just strangers, which we didn't know each other. "One Americano, anything else to order miss?" "Just call me N," "Can I?" "You should." "Why?" &quo

Selamat Ulang Tahun, Mantan.

  Selamat ulang tahun untukmu mantan Sepotong masa lalu yang enggan dijadikan kenangan Secercah harapan yang lupus karena hati yang tulus Sebuah kotak berisi tawa dan tangisan Beserta dengan memori akan kepedihan Dilengkapi dengan ingatan yang pupus Tahun lalu masih dapat terucapkan Tahun lalunya lagi juga masih dapat kuungkapkan Namun sekarang, setelah ingatan itu hangus Setelah kamu pergi, terlupakan semua ucapan Beserta kenangan tawa, canda hingga kepedihan Tiada lagi harapan dan kenangan  Mereka telah pupus akibat hati nan tulus Selamat ulang tahun mantan Semoga hidupmu terisi dengan manisnya kenangan Tidak lagi penuh dengan harapan yang pupus.